Tuesday, February 21, 2017

Ketika Kehilangan Ibu

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang berani melawan gravitasi demi melihat kita berhenti menangis.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang rela pergi sampai keujung dunia untuk mendapatkan hal yang membuat kita gembira.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang menghujani kita dengan ribuan ciuman setelah sholat malam, agar tercapai apa yang kita cita-citakan.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan wangi surga yang memancar dari tubuhnya, yang dalam pelukannya meyakinkan kita bahwa semua semua hal akan baik-baik saja.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang hanya dengan senyumnya mengingatkan kita bahwa kita istimewa dan berharga.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang restunya dapat melapangkan jalan kita dalam melewati semua tantangan dan kesulitan.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan orang yang doanya mampu menembus tujuh lapisan langit dan mengetuk hati Yang Maha Kuasa. Bukan untuk mendapatkan harta dan permata tapi meminta keselamatan dan kebahagiaan untuk anak-anaknya.

Ketika kehilangan ibu, kita kehilangan kesempatan untuk membahagiakannya. Untuk sedikit membalas jasanya yang tentunya tak akan pernah bisa terbalas. Untuk meminta maaf atas semua hal yang menyakitkan yang pernah kita perbuat terhadapnya.

Ketika kehilangan ibu, kita hanya bisa berharap agar kita cukup soleh hingga doa yang kita panjatkan untuknya dapat terus mengalir sebagai amalannya untuk mendapatkan tempat terbaik di surga.
Read more ...

Monday, February 20, 2017

Orang Baik

Anak - anak saya kelak tidak akan pernah bertemu eyang utinya. Anak pertama saya masih berusia 6 bulan dalam kandungan, saat ibu saya pergi untuk selama-lamanya. 

Akan tetapi walaupun tidak akan pernah bertemu, saya harap mereka akan mewarisi sifat dan kepribadian ibu saya.

Ibu saya orang baik. Saya mengatakan ini bukan hanya karena semata-mata ia ibu saya yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan saya, tapi karena ibu saya memang benar-benar orang baik.

Kalaupun penilaian saya subjektif, paling tidak hampir semua orang yang saya temui setelah kepergiannya mengatakan hal yang sama. Orang-orang yang masih berkaca-kaca saat berbicara tentangnya. Terkadang sampai tercekat tak bisa bicara.

Ibu saya bukan tokoh ternama, tapi nampaknya bagi kebanyakan orang yang mengenalnya jelas ia siapa siapa. Pada hari kepergiannya, ratusan orang datang untuk melayat. Dari yang saya kenal secara pribadi, hingga orang-orang yang tidak pernah saya tahu namanya. Ratusan orang tak hentinya datang, untuk medoakan dan mengucapkan selamat tinggal. Sampai jam 10 malam saat kami sekeluarga beranjak menyingkir untuk sejenak beristirahat, masih saja ada orang yang datang.

Ibu saya orang baik. Mungkin bukan yang terbaik, tapi jelas salah satu yang baik. Isteri yang baik untuk bapak saya. Ibu yang baik untuk kami anak anaknya. Putri yang baik untuk orang tuanya. Menantu yang baik untuk mertuanya. Saudara yang baik untuk kakak adiknya. Guru yang baik untuk muridnya. Kerabat yang baik untuk handai tolannya. Warga yang baik untuk negaranya.

Saya beryukur ibu saya orang baik. Sehingga orang-orang mengenangnya dalam kebaikan. Sehingga kepergiannya insyaallah melewati jalan terang karena ribuan doa yang terpanjatkan.

Saya bersyukur ibu saya orang baik. Sehingga kepergiannya tidak menimbulkan luka walaupun tetap meninggalkan duka. Sehingga setiap cerita yang terlontar tentangnya sampai sekarang adalah cerita yang menyenangkan, bukan yang menyedihkan.

Terpenting, saya bersyukur ibu saya orang baik. Sehingga kelak saya bisa dengan mudah bercerita pada anak-anak saya mengenai kebaikan-kebaikannya dan mengajak mereka untuk mencontohnya.

Ibu saya orang baik dan karenanya saya sangat beryukur pada Allah. Selama 30 tahun saya mempunyai hak istimewa untuk menjadi salah satu dari objek utama kebaikannya dan tentu saja saya tidak akan pernah menyesalinya 😇
Read more ...

Monday, February 13, 2017

Perginya Ibu

Ibu saya tutup usia pada tanggal 31 Januari 2017 pukul 07.30 pagi.
Baru 56 tahun usianya.

Kanker usus kata dokter. Lebih ilmiahnya Adenocarsinoma stage 4 di kolon kanan yang telah 
bermetastasis ke 15 titik jaringan limpa, suatu jaringan lain yang saya lupa namanya, dan appendiks. Itu yang saya baca di kesimpulan analisis patologi yang kertasnya saya temukan di tas berisi kumpulan dokumen-dokumen dari rumah sakit.

Maag akut. Begitu keluhan awalnya. Setelah dua kali kunjungan ke dokter spesialis penyakit dalam dan empat hari pemeriksaan menyeluruh organ pencernaan. Ditemukan tumor besar di perut kanan.

Operasi pengangkatan tumornya berjalan lancar. Mungkin terlalu lancar. Sel kanker yang ada di tubuhnya sudah terlalu menyebar. Tak bisa dibersihkan hanya dengan operasi. 

Ibu pergi selamanya hanya dua minggu setelah dirawat di rumah sakit. Tiga minggu setelah diagnosa penyakitnya.

Sadar penuh sampai saat-saat terakhirnya dan tidak pernah mengeluh sakit sedikitpun. Saya harap memang begitulah adanya tentang penyakitnya. Tidak menyakitkan.

Sehari sebelum ibu pergi saya datang dari Bandung. Tidak ada firasat. Tidak ada pertanda. Kami masih bercanda. Kami masih tertawa. Saya harap memang begitulah adanya tentang perasaannya. Bahagia sampai saat terakhirnya.

Tidak ada yang menyangka ibu akan pergi secepat itu. Tidak dengan kami orang-orang terdekatnya. Tidak dengan teman-teman di sekolah tempatnya mengajar. Tidak dengan tetangga dan kerabat. Bagaimana orang bisa menduga, padahal tiga minggu sebelumnya ibu masih menyetir mobil sendiri ke tempat kerjanya dan pergi ke Jakarta untuk mengunjungi cucunya.

Tapi begitulah adanya takdir yang sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Tak ada yang pernah tahu kapan akan terjadinya.

Ada menyelinap secercah perasaan lega setelah saya membaca-baca hasil analisis penyakitnya dan mengobrol dengan beberapa orang yang kompeten dan berpengalaman dalam bidang penyakit yang diderita ibu. Saya yang orang awam jadi paham, betapa berat dan menyakitkan jalan yang harus dilalui ibu jika penyakitnya terus berlanjut. Allah sayang pada ibu sehingga tidak dibiarkan oleh-Nya ia menderita terlalu lama. Ibu pergi sebelum penyakitnya semakin menjadi dan tak tertahankan sakitnya.

Saya tahu yang diberikan oleh Allah pasti yang terbaik untuk kami semua. Begitupun dengan kepergian ibu yang kami rasa terlalu cepat. Walaupun tentu saja sangat berat rasanya. Seikhlas-ikhlasnya saya, tetap terasa lubang hampa di hati, yang mungkin sakitnya akan terhapus seiring perjalanan waktu, tapi saya yakin tak akan pernah tertutup dengan apapun sampai kapapun. 

Insyaallah, saya sudah ikhlas perihal kepergiannya.

Selamat jalan ibu sayang. Semoga tenang di sana. Sampai kita bertemu lagi ya. Insyaallah 😘
Read more ...