Tuesday, September 29, 2015

Bersyukur Jadi Orang Indonesia : Part 1

Auslanderbehorde (Kantor Imigrasi) Stuttgart
Salah satu yang perlu disyukurin jadi orang Indonesia adalah waktu ngurus entry/residence permit di negara orang. Iya sih memang passport Indonesia itu riweuh. Nggak bisa seenaknya masuk negara lain. Mesti ribet ngurus visa ini visa itu.

Tapi kalaupun permit ditolak paling juga gondok, paling juga sebel, paling juga sedih. Kalaupun disuruh pulang ya pulang aja. Nggak ada takut-takutnya buat pulang. Orang negara masih aman sentosa.

Coba lihat itu pengungsi. Berbondong-bondong datang. Boro boro ijin tinggal, ijin masuk aja belum tentu dapet. Setengah mati usaha supaya nggak dipulangkan. Lha kalau dipulangkan mau pulang kemana? wong rumah, keluarga, negara, udah nggak ada. Adanya malah setor nyawa.

Read more ...

Sunday, September 6, 2015

Teruntuk Si Adek Gendut

Little sister got married, and I was asked to give her some kind of "pesan pernikahan". Here what I had wrote and read at "pengajian" before her wedding day. 


Teruntuk Ririn Restu Adiati
Duplikat babeh.
Ingon-ingon ibu.
Adikku satu satunya.
The baby of our family.

Dua hari lagi insyaallah bahtera rumah tanggamu akan berangkat berlayar. Diiringi doa dari segenap keluarga dan semua orang yang mengenalmu. Perjalanan panjang telah menanti.

Semoga perjalananmu nanti dipenuhi hari-hari yang menyenangkan. Mengalun bersama ombak yang lembut, bermandikan sinar mentari kala siang dan berhiaskan kerlip bintang saat malam. Sejuk terbelai angin sepoi-sepoi. Namun jikalau ada saatnya awan mendung bergelanyut atau derasnya rintik hujan membuat kapalmu terombang-ambing, tetaplah tenang. Setelah badai selalu ada hari terang.

Hari ini aku diberi kesempatan untuk memberimu nasihat perkawinan. Sebenarnya aku merasa sedikit hal ini sedikit konyol, mengingat pernikahanku sendiripun masih seumur jagung. Tapi tak apalah, bagaimanapun aku sudah terlebih dahulu memasuki kehidupan ini.  Sehingga sedikit banyak ada juga hal-hal yang sudah aku pelajari dan bisa aku bagi. Anggaplah sebagai catatan pengingat. Untukku dan untukmu.

Inilah nasehatku.

Dalam mengarungi kehidupan rumah tanggamu kelak, aku harap kau akan tetap berpegang teguh pada Pancasila. Aku tidak bercanda. Betul. Pancasila. Tak pernah terpikirkan sebelumnya kan bahwa dasar negara kita tersebut bisa juga dijadikan prinsip dalam membina rumah tangga. Padahal sesungguhnya sebuah negara juga adalah rumah tangga. Tapi sudahlah, tidak perlu dibahas terlalu dalam bagaimana aku bisa menghubungkan Pancasila dengan kehidupan rumah tangga. Toh ini hanya perumpamaan awam saja.

Pertama, ingatlah selalu Allah SWT. Tuhan yang Maha Esa. Janji pernikahanmu dimulai dengan nama-Nya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Oleh karena itu sudah sewajarnya Dia ada di setiap langkahmu. Kerjakan kewajibanmu, tunaikan tugasmu. Karena Allah-lah satu-satunya yang akan selalu ada di semua susah dan senang kehidupan kalian berdua.

Kedua, jadilah manusia yang berperilaku baik dan beradab dimanapun kau berada. Karena seperti yang selalu diajarkan dan dicontohkan bapak ibu kita, berbuat baik tidak pernah ada ruginya. Apalagi teori ladang amal yang sudah kita buktikan keampuhannya, juga berdasar pada itikad baik kepada orang-orang terdekat yang membutuhkan.

Ketiga. Utamakan persatuan. Jangan biarkan siapapun atau sesuatu apapun menjauhkan kalian berdua satu dengan lainnya. Terutama  materi. Karena benar apa yang dikatakan orang-orang bijak, uang bisa selalu dicari, tetapi kebahagiaan dan ketenangan tidak akan pernah bisa dibeli. Mungkin ada saatnya kalian akan terpisah jarak dan waktu karena tuntutan pekerjaan yang harus dipenuhi. Tapi selalu ingat bahwa tujuan kalian melaksanakan semua pekerjaan itu adalah untuk mengarungi hidup berdua. Oleh karena itu manfaatkan waktu yang kalian miliki berdua sebaik-baiknya. Ingatlah tidak semua orang mampu pulang kerumah dengan hati lapang dan disambut dengan senyuman hangat, serta ribuan ciuman dan pelukan. Bersyukurlah.   

Keempat, utamakan musyawarah mufakat dalam membuat keputusan. Kita mewarisi gen yang sama, untuk itu aku tahu betapa sulitnya menerima pendapat orang lain. Apalagi pendapat tersebut bertentangan dengan keinginan kita. Bukan orang lain saja yang kena getahnya, bahkan suami yang sepatutnya diturutipun seringkali ikut jadi korban kengeyelan. Padahal musyawarah penting agar tujuan yang terbaik tercapai dengan cara yang damai. Oleh karena itu belajarlah untuk lebih melebarkan toleransi, mendengarkan pendapat orang dan bersabar.

Yang Kelima dan terakhir, bersikap adilah pada kedua orang tua. Baik bapak ibu maupun bapak ibu mertua. Jangan sekalipun membedakan. Ingatlah selalu keduanya dan berbuat baiklah. Karena doa dan ridho mereka mantra utama pengantar bahtera rumah tangga kalian untuk mampu melewati berbagai macam penghalang.  

Begitulah nasehat pernikahan dariku. Semoga kita berdua bisa mengingatnya selalu.
Selamat menempuh hidup baru adikku. Doaku selalu untukmu semoga selamanya menjadi keluarga yang Sakinah Mawadah Warahmah. Amin.


Semarang, 4 September 2015.

Restu Eka Pratiwi.


I'm pretty good at ngarang huh? :)))
Read more ...