Wednesday, July 9, 2008

Bu Endang

Guru ekonomi akuntansi saya di SMA namanya Bu Endang, wanita yang sangat yakin dengan dirinya. Ber make up tebal, dan berparfum luar biasa harum, hingga 3 menit sebelum dia masuk kelas, parfumnya sudah tercium. Dia sebal sama saya. Ekuivalen dengan rasa suka saya padanya. Bukan contoh yang baik anak-anak. Hormati Guru kalian. Karena apa bu Endang sebal sama saya? Banyak kemungkinan. Mungkin weton (hari lahir – red) kami sama, mungkin dia iri karena saya cantik (alasan ini agak mengada ada sih), mungkin dia iri karena saya masih SMA. Masih punya pilihan terbentang. Sementara dia terjerat mengajar anak-anak SMA, yang bahkan tidak menyukainya. Entahlah. Pokoknya dia suka sekali mempermalukan saya. Menyuruh saya maju mengerjakan soal yang jelas tidak bisa jawab. Kemudian menunjukkan ketidak mampuan saya ke seluruh kelas, membuat saya malas belajar akuntansi.

Syahdan, ada ulangan akuntansi mendadak. Saya tidak punya bakat akuntansi, saya tidak suka belajar akuntansi, plus, saya tidak suka gurunya. Lengkaplah alasan dibalik saya hanya terbengong-bengong menghadapi kertas ulangan. Dan akhirnya saya dapat 3. Saya heran kenapa tidak mendapat 0. Ternyata alasannya kalau saya dapat 0, saya menjatuhkan rata-rata kelas. Nilai akhir akuntansi saya 4. Saya terancam tidak naek kelas. Bu Endang memanggil saya untuk Remedial. Saya dapat 6. Cukup untuk meloloskan saya, naik ke kelas 3. Tapi Bu Endang tidak begitu saja membebaskan saya. Di ruang Guru di depan semua guru dia menceramahi saya. Mengatakan keras keras bahwa saya tidak akan pernah diterima di perguruan tinggi manapun, tidak swasta, tidak negeri, tidak di teknik, tidak di ilmu sosial, tidak dimanapun, nol, nil, nada. Saya adalah contoh gagal dari pendidikan SMA. Buram sekali nampaknya masa depan saya.

Sepanjang kelas 3 saya terus ingat perkataan Bu Endang. Saya tidak mau kalah. Belajar dengan rajin dan giat, sampai ibu saya saja heran kenapa tiba tiba anaknya jadi rajin bak murid teladan. Sampai rumah belajar, bahkan tidur juga belajar (kayaknya bisa). Hari minggu belajar, panas terik hujan badai juga terus belajar.Pokoknya itu satu-satunya masa dalam hidup saya dimana saya bisa konsisten belajar dengan giat. Eureka!!


Saya lulus SMA. Tidak dengan gilang gemilang. Tapi prediksi Ibu Endang salah, saya diterima di jurusan teknik salah satu perguruan tinggi favorit di Indonesia, dan saya terlepas dari keharusan belajar akuntansi. Saya jelas berhutang budi pada Bu Endang. Ceramah beliau sangat mujarab. Paling tidak dia jadi salah satu guru SMA yang paling saya ingat. Sampai saat ini saya masih ingat caranya berbicara, caranya berjalan, cara dia menghapus papan tulis, bahkan bau parfumnya juga kadang-kadang masih tercium (Bagian ini serem gak sih ya). Hahah. Mungkin suatu waktu saya akan dapat bertemu beliau, sehingga dapat mengucapkan terimakasih secara langsung. Semoga saja.

Read more ...

Thursday, July 3, 2008

Bermain Tali pun Bisa Berbahaya

Namanya Hendra dia teman masa kecil saya. Tapi tidak seperti di sinetron sinetron dimana diam diam saya mencintai hendra atau hendra mencintai saya dan baru sadar kalo kita saling mencintai di episode episode akhir ketika sudah ada orang ke lima atau enam, bagi saya hendra adalah hendra benar benar teman saya. Sampai saat ini Hendra selalu ada di setiap babak kehidupan saya. Dari TK, SD, SMP, SMA hingga Kuliah S1 perguruan yang kami masuki sama.

Ada satu hal yang selalu saya ingat dari Hendra, hal yang cukup membuat saya merasa bersalah, gigi depan Hendra ada satu yang hanya separuh, sayalah penyebabnya. Waktu itu kami kelas 2 SD dan lompat tali adalah permainan yang sedang hip saat itu untuk anak perempuan maupun laki laki.

Suatu saat kami sedang bermain lompat tali di sekolah, saya adalah salah satu pemegang tali, tugas saya, bersama satu orang pemegang tali lain, adalah memutar tali ke salah satu arah dengan kecepatan tertentu, sedangkan teman-teman saya yang lain berjuang melompati tali tersebut. Karena saya ini dilahirkan tanggal 6 juni pada jumat kliwon tepat ketika guntur menggelegar, di bulan Juni yang dulu adalah musim kemarau, sifat saya adalah ingin tau tanpa pernah berpikir terlebih dahulu (perhatian: fakta diatas ditulis benar benar tanpa dasar yang mendasar). Saya yakin pengaruh sifat saya tersebutlah yang membuat saya tiba tiba memutar arah tali tepat pada saat giliran Hendra melompati tali yang sedang saya putar, dan jatuhlah dia dengan muka membentur paving block halaman sekolah sehingga satu giginya patah separuh.

Seharusnya saya bersyukur karena Hendra adalah anak laki laki, bukan perempuan dan saya bukan anak laki-laki karena jika Hendra adalah anak perempuan dan saya anak laki laki, maka seperti di komik komik, saya harus bertanggung jawab akan luka yang saya perbuat, mungkin sepertinya begitu.Semenjak kejadian itu saya tidak pernah merubah arah tali lagi saat bermain lompat tali, sehingga gigi teman teman saya yang lain tidak perlu bertemu paving block sekolah.Lagipula lompat tali sudah tidak hip lagi nampaknya saat ini.
Read more ...